Istri Gugat Cerai, Ketahui Dulu Hukumnya !

Assalamualaikum Bun,,


Akhir-akhir ini berita perceraian semakin banyak saja. Terakhir yang viral berita tentang youtuber ternama yang menggugat cerai suaminya. Berita perceraian nya menjadi konsumsi publik yang menerka-nerka penyebab mereka berpisah, padahal jika kita ngulik ke belakang pesta pernikahan mereka sangat megah layak nya pesta pernikahan di negeri dongeng. Namun ternyata takdir berkata lain, belum sampai lima tahun mereka dalam proses bercerai.

Gugat cerai dalam islam sendiri disebut "khulu".  Secara bahasa, khulu’ berarti melepas. Sedangkan menurut istilah, khulu’ berarti perpisahan suami istri dengan keridaan keduanya, dengan ada timbal balik (kompensasi) yang diserahkan oleh istri pada suami. Sehingga maksud khulu’ adalah gugatan cerai dari istri pada suami dengan adanya kompensasi.

Disyariatkannya gugat cerai ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” (QS. Al Baqarah: 229)

Di dalam Tafsir As-Sa’di dijelaskan bahwa maksud bayaran di ayat ini adalah kompensasi yang diberikan agar terjadi perpisahan.

Gugat Cerai Di Zaman Rasulullah

Gugat cerai ternyata pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh ibnu Abbas bahwa seorang istri dari saalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang meminta izin untuk bercerai dengan suami nya.

"Ibnu Abbas atau Abdullah bin Abbas adalah sepupu Rasulullah SAW, Dia merupakan anak dari paman nya Rasulullah yakni Abbas bin Abdul Muthalib. Di lahirkan di tahun 3 sebelum peristiwa hijrah ke madinah. Ibnu Abbas merupakan seorang perawi hadist dan salah satu sahabat nabi yang diakui kepakarannya dalam masalah tafsir."

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

جَاءَتِ امۡرَأَةُ ثَابِتِ بۡنِ قَيۡسِ بۡنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَتۡ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَنۡقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ، إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الۡكُفۡرَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: (تَرُدِّينَ عَلَيۡهِ حَدِيقَتَهُ؟) فَقَالَتۡ: نَعَمۡ، فَرَدَّتۡ عَلَيۡهِ، وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا

Istri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit dalam hal agama, tidak pula dalam hal akhlak. Hanya saja aku mengkhawatirkan kekufuran.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Engkau bisa mengembalikan kebunnya kepadanya?’ Istri Tsabit menjawab, ‘Iya.’ Dia pun mengembalikannya kepada Tsabit dan Nabi memerintahkan Tsabit untuk menceraikannya.” (HR. Bukhari no. 5276)

Kebun ditafsirkan oleh beberapa ulama sebagai kata kiasan yang berarti mengembalikan mahar kepada suami (kompensasi yang harus dibayar istri ke suami)

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mencela Tsabit dalam hal agama, tidak pula dalam hal akhlak. Akan tetapi, aku tidak mampu hidup bersamanya.” (HR. Bukhari no. 5275)

Di dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan alasan mengapa istri Tsabit bin Qais radhiyallahu ‘anhuma ini menggugat cerai, “Tsabit Ibnu Qais itu jelek rupanya, dan istrinya berkata, ‘Seandainya aku tidak takut murka Allah, jika ia masuk ke kamarku, aku ludahi wajahnya.’” (Bulughul Maram, Bab Khulu’, hadis no. 1096).

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa kisah ini merupakan permintaan cerai pertama di dalam Islam.

Masa ‘Iddah Bagi Khulu’.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ustman bin Affan, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa ‘iddah bagi wanita khulu’ adalah cukup dengan satu kali haid. Dalilnya yaitu; sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dan Ibnu Majah bahwa Rasulullah Saw. telah menjadikan ‘iddah istri Tsabit bin Qais satu haid saja.

Hal ini berbeda dengan talak, masa ‘Iddah tiga kali haid . Dengan maksud istibra’ (meyakinkan bahwa dalam rahimnya tidak ada janin/kandungan). Dalam hal ini juga Allah memberi kesempatan bila dalam masa iddah tiga bulan tersebut tumbuh rasa cinta kembali di hati suami dan istri maka mereka bisa rujuk.   

Perbedaan mendasar lagi antara talak dan khulu adalah saat masa iddah nya, untuk talak saat masa iddah atau melewati masa iddah, sejatinya istri masih bisa tinggal dirumah suami hal ini karena masih ada peluang untuk rujuk lagi. 

Sedangkan untuk khulu, istri tidak bisa tinggal dirumah bersama suami dikarenakan sang istri sudah dianggap sebagai wanita asing. Untuk rujukpun ada syarat dan ketentuannya karena sang istri dianggap waras dan memiliki akal sehat memutuskan untuk menggugat cerai.

Hukum Khulu

Khulu adalah diperbolehkan dan ada dalam syariat islam. Beberapa alasan seorang istri meminta khuluk, diantaranya adalah 

1. Istri tidak suka dengan akhlak suami , karena akhlak merupakan perhiasan batin.
2. Istri tidak suka kepada fisik atau jasmani suami yang buruk, sebab bagusnya fisik merupakan perhiasan lahir.
3. Adanya kekurangan pada aspek agama sang suami.
4. Adanya kekhawatiran dari istri berupa ketidak mampuannya untuk menjalankan kewajibannya kepada suaminya, atau murka atau marah kepada suaminya

Di lain waktu khulu boleh juga dilakukan jika suami tidak mampu untuk menafkahi baik materi ataupun bathin sehingga membuat mudharat bagi istri maupun anak.

Bisakah Rujuk ?

Tidak ada rujuk bagi seorang suami dari seorang istri yang telah pisah dengan sebab khulu. Kecuali sang istri telah menikah lagi dengan orang lain terlebih dahulu. 

Kesimpulan

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187, dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih.)

Hadis di atas menjadi dalil terlarangnya seorang wanita meminta cerai atau melakukan gugat cerai, kecuali jika ada alasan yang dibenarkan. Begitu juga Khulu, harus ada alesan yang jelas. Karena efek dari perceraian bukan hanya untuk suami dan istri saja tetapi juga berefek kepada sang anak terutama psikologisnya. 

Pola asuh yang seharusnya melibatkan 2 orang dalam 1 rumah yakni ayah dan ibu malah akan timpang karena ketidakharmonisan hubungan kedua belah pihak. Di lain sisi efek ekonomi pun akan sangat berasa ketika memutuskan untuk bercerai, ideal nya sang ayah juga ikut membantu dalam hal nafkah anak tapi tak jarang yang berjuang sendirian hanyalah seorang ibu. Waallahu a'lam.. 
Semoga keharmonisan selalu menyertai rumah tangga kita.. Aamiin.





Sumber: 

https://youtu.be/Fj10TLoQMr8?si=7c3_sFK69NWrIuZ-

 https://muslim.or.id/72567-fikih-nikah-bag-7.html
Copyright © 2024 muslim.or.id












 










Komentar

Postingan Populer